Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa
yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?
(Yohanes:5:47)
Saat malam datang, kondisi
rumah dan sekitar kami gelap. Karena listrik padam. Agar asa penerangan sedikit
dalam rumah, maka saya menyalakan lilin. Tetapi dalam keadaan gelap, saya
mendapati bahwa lilin tersebut tidak memiliki sumbu. Jelas saja, dengan keadaan
seperti itu, lilin tersebut tidak dapat menyala dan tidak bisa menerangi.
Lilin baru akan berguna
ketika lilin tersebut bisa menerangi. Dan syarat utama lilin itu bisa menerangi
tergantung pada kualitas sumbu lilin tersebut. Ketika lilin tidak dapat
menyala, lilin itu tidak bisa dikatakan sebagai lilin. Ya karna hakekat lilin
berfungsi memberi penerangan. Demikian pula anda dan saya. Ketika kita
mengatakan beriman kepada Sang Pencipta, meyakini YESUS sebagai Juru Selamat, meneguhkan hati bahwa
Allah Maha Kasih, tapi masih selalu diselimuti rasa khawatir dan was-was, maka
kita tidak bisa dikatakan beriman.
Beriman adalah punya pengalaman bersama yang sering dan sejalan bersama
Allah dalam suasana suka atau duka.
Namun kadang manusia masih
sering menganggap iman lebih seperti sebuah pengetahuan belaka. Kadang , iman
kita baru berkobar setelah mendengar kesaksian pengalaman iman seseorang, iman
kita baru naik saat melihat ada tanda-tanda keadaan mulai membaik. Ini juga
yang dialami orang Yahudi pada zaman YESUS . Orang Yahudi percaya pada Allah
tapi tidak punya pengalaman dengan Allah Bapa. Akibatnya, iman mereka bisa dikatakan
sia-sia.
Beriman butuh perbuatan,
karena jika tidak, maka Alkitab berkata bahwa iman itu sia-sia (Yak.2:26). Iman
kita akan seperti lilin yang tudak bisa menyala. Maka dari itu, iman kita
seharusnya bukan ditentukan oleh yang orang lain katakan atau lakukan, tapi
apakah kita sendiri mau berusaha mendapatkan dan menemukan pengalaman
bersama-Nya? Apakah kita mau mencaru Dia tanpa harus didorong-dorong oleh
saudara seiman? Apakah meski keadaan masih tampak tidak berubah, kita mau tetap
beriman bahkan makin berkobar di dalam mencari kehendank-Nya?
Sumber: Renungan harian
Spirit edisi Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar