Total Tayangan Halaman

Selasa, 21 Februari 2012

Sekeras batu

Setelah menonton sebuah drama asia, aku seperti melihat diriku sendiri. Begitu keras. Sangat keras.
Bertanya mengapa tokoh utamanya bersi keras menutupi perasaannya? Pertanyaan itu juga terlontar pada diriku. 
Aku baru menyadarinya... sekeras itu kah aku? 
Bersi keras menutupi perasaanku. 
Tidak peduli apapun, aku tetap begitu. Ketika aku menyadari hal ini, aku berusaha mengubahnya. Itu bukan hal yang mudah. Sepertinya itu telah menempel pada diriku. Aku terus menyangkal rasa suka, rasa sedih. Aku menganggap itu bukan perasaan suka, aku menganggap aku baik-baik saja. Karna aku tidak ingin dikasihani, aku tidak ingin terluka. Jadi aku terus menyangkal. Sampai aku sadari semua ini dan aku tidak bisa melepaskan itu. Itu menyakitkan. Ketika aku mencoba membuang sifat keras itu. 

Sebelum aku menyadari ini, aku merasa aku sama seperti orang-orang lainnya. Ini lah alasan mereka berkata:
Seorang sahabat berkata, "Gue khawatir dengan sikap lo!" 
Atau dia berkata, "Lo nggak boleh begitu."
Dulu aku tidak mengerti mengapa dia menganggapku aneh.
Aku berkata bahwa aku baik-baik saja, aku mati-matian menunjukan bahwa aku baik-baik saja. Karna aku tidak ingin setiap mata memandangku dengan pandangan kasihan. TIDAK!!! 
Itu membuatku sakit. Dan aku memutuskan pergi menghilang dari padangan mata-mata itu. 
Aku bersi keras mengatakan bahwa aku baik-baik saja sekalipun didepan sahabatku. Tidak ingin seorangpun melihatku menangis. Sekalipun aku sedih, aku tidak ingin menangis didepan mata siapapun.

Aku sekarang mengerti... Aku tidak bisa begini selamanya. Mengapa terlalu kejam pada perasaanku sendiri. 
Menganggap semua baik-baik saja. So tired. Aku tidak ingin seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar