Banyak hal yang membuatku menangis, sedih, kecewa. Awalnya itu membuatku bertanya-tanya mengapa? Mengapa mereka menyakitiku. Bahkan mereka tidak memiliki alasan untuk menyakiti, menghakimi, meninggalkan, memojokan, menyinggung dan banyak hal. Kadang sempat ada di pikiran ku untuk membalas semua itu. Tapi aku selalu teringat kata "kasih". Aku belajar untuk memaafkan semuanya itu. Kepada siapa aku mengadu selain Tuhan. Sedangkan lainnya tak ada yang dapat ku percaya.
Satu hari aku mengadu kepada seseorang kakak rohani. Ia mengatakan, mereka hanya manausia biasa. Yang bisa mengecewakan. Namun hanya Tuhan yang tidak mengecewakan walau kita selalu mengecewakannya. Itu sangatlah benar. Banyak perbuatanku yang menyakiti hati Bapa.
Hari-hari yang ku lalui begitu buruk. Aku merasa rapuh dan menjadi puing. Aku membuang-buang air mataku di tiap hariku dan terus bertanya dan bertanya mengapa ini terjadi padaku. Aku merasa sendiri tepuruk dalam gelap. Ku berusaha sekuat-kuatnya bertahan dengan janji Tuhan. Semua akan indah pada waktunya.
Dengan aku percaya pada hal itu, tidak berarti aku langsung menjadi pulih, semuanya masih dalam pembentukan. Janji itu adalah harapanku yang tidak pernah sirna. Walau seperti tidak ada jalan di depanku, semua terlihat gelap. Namun aku tetap berpegang pada janji Tuhan.
Satu kali aku teringat pada kotbah seorang pendeta tentang proses menjadi pemenang. Itu cukup membuatku menyadari bahwa ini adalah proses, namun aku masih belum mengerti proses apakah ini? Pendeta itu mengatakan bahwa yang namanya proses pasti memakan waktu yang lama. Ya benar saja, sesuai dengan apa yang kurasakan. Aku merasa waktu berjalan sangat lama dan merasakan sakit begitu banyak.
Aku hanya bisa menangis dan membiarkan mereka menyakitiku tanpa membalas. Bukan karna aku takut pada mereka, namun aku takut pada-Nya.
Waktu terus bergulir, terasa sangat lama. Aku merasa begitu dingin sangat dingin dalam keterpurukanku. Aku seperti menunggu musim panas yang tidak kunjung datang. Namun aku percaya, matahari akan terbit. Aku menunggu-menunggu menjadi pemenang dari hancurnya hati dan terguncangnya jiwa ini. Aku selalu merasa sendirian dan kesepian. Walau seluruh orang mengelilingiku namun aku merasa begitu kosong. Tak jarang aku melamun. Beberapa orang menghiburku. Aku mencoba tersenyum menutupi keadaanku namun beberapa orang dapat menbaca sinar yang redup dari mataku.
Setelah 2 tahun berlalu, pada akhirnya aku bisa tersenyum dengan tulus. Kini aku mengerti semuanya. Proses yang sungguh panjang itu kini membuatku lebih dewasa, lebih tegar, lebih kuat. Aku kini telah melihat matahari yang terbit. Kini aku pahami semuanya. Aku tidak dapat beragantung pada manusia. Hanya pada Tuhan aku bergantung. Aku mengingat dahulu aku adalah seorang yang manja, kekanakan, dan terlalu bergantung pada orang lain.
Aku kehilangan orang yang selalu kuharapkan menjadi pendampingku, pahlawanku, kebanggaanku, membuatku menjadi selayaknya putri. Pada dia aku bermanja, pada dia aku menjadi makin kekanakan dengan tingkahku, dan aku selalu mengandalkan dia, selalu mengadu padanya dan aku tidak mandiri. Namun setelah ia pergi, baru aku merasa bahwa aku tidak dapat berharap pada manusia. Aku seperti anak yang tersesat dihiruk pikuk keramaian pasar, mencari-cari tangan ibunya. Saat ia pergi, seakan duniapun runtuh disekitarku. Dia yang selalu aku andalkan, yang ku banggakan, akhrinya pergi karna tingkahku. Bahakan aku masih berpura-pura baik-baik saja didepan semua orang. Aku begitu sombong dan menunjukan bahwa aku baik-baik saja selepas ia pergi dari hidupku. Pada kenyataannya? Aku merasa hancur. Berpikir dapatkah waktu berputar. Semua orang serasa menghakimi aku. Aku hanya diam dan menangis.
Disaat yang sama aku kehilangan sahabat terbaikku. Hal yang tak pernah terduga. Lagi-lagi aku meakukan kesalahan dengan berharap pada sahabatku. Karna ia hanyalah manusia biasa.
Kini aku berterimakasih pada-Mu ya Tuhan Yesus Kristus atas semua yang telah terjadi. Segala sesuatu mendatangkan kebaikan padaku. Kini aku menjadi lebih kuat aku telah melewati jalan gelap yang panjang. Kini aku menjadi lebih mandiri, lebih kuat dalam menghadapi masalah. DIA sekalipun tidak pernah melepas tanganku. Kini aku mengerti semuanya. Semua proses yang panjang itu telah membentukku menjadi lebih kuat. Aku buang jauh-jauh semua kepura-puraanku. Dan sungguh betapa aku bersyukur dengan smua proses yang pahit itu, kini semua manis. Biarpun seluruh dunia meninggalkanku, Namun DIA tetap memegang tanganku. Terima kasih Yesus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar